Kamis, 29 September 2011

AIR MATA RINDU BILAL BIN RABAH RA.



Langit Madinah kala itu mendung. Bukan mendung biasa, tetapi mendung yang kental dengan kesuraman dan kesedihan. Seluruh manusia bersedih, burung-burung enggan berkicau, daun dan mayang kurma enggan melambai, angin enggan berhembus, bahkan matahari enggan nampak. Seakan-akan seluruh alam menangis, kehilangan sosok manusia yang diutus sebagai rahmat sekalian alam. Di salah satu sudut Masjid Nabawi, sesosok pria yang legam kulitnya menangis tanpa bisa menahan tangisnya.

---------------

Waktu shalat telah tiba. Bilal bin Rabah, pria legam itu, beranjak menunaikan tugasnya yang biasa: mengumandangkan adzan.

Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Suara beningnya yang indah nan lantang terdengar di seantero Madinah. Penduduk Madinah beranjak menuju masjid. Masih dalam kesedihan, sadar bahwa pria yang selama ini mengimami mereka tak akan pernah muncul lagi dari biliknya di sisi masjid.

Asyhadu anla ilaha illallah, Asyhadu anla ilaha ilallah.


Suara bening itu kini bergetar. Penduduk Madinah bertanya-tanya, ada apa gerangan. Jamaah yang sudah berkumpul di masjid melihat tangan pria legam itu bergetar tak beraturan.

Asy…hadu.. an..na.. M..Mu..mu..hammmad. ..

Suara bening itu tak lagi terdengar jelas. Kini tak hanya tangan Bilal yang bergetar hebat, seluruh tubuhnya gemetar tak beraturan, seakan-akan ia tak sanggup berdiri dan bisa roboh kapanpun juga. Wajahnya sembab. Air matanya mengalir deras, tidak terkontrol. Air matanya membasahi seluruh kelopak, pipi, dagu, hingga jenggot. Tanah tempat ia berdiri kini dipenuhi oleh bercak-bercak bekas air matanya yang jatuh ke bumi. Seperti tanah yang habis di siram rintik-rintik air hujan.
Ia mencoba mengulang kalimat adzannya yang terputus. Salah satu kalimat dari dua kalimat syahadat. Kalimat persaksian bahwa Muhammad bin Abdullah adalah Rasul ALLAH


Asy…ha..du. .annna…

Kali ini ia tak bisa meneruskan lebih jauh. Tubuhnya mulai limbung. Sahabat yang tanggap menghampirinya, memeluknya dan meneruskan adzan yang terpotong.
Saat itu tak hanya Bilal yang menangis, tapi seluruh jamaah yang berkumpul di Masjid Nabawi, bahkan yang tidak berada di masjid ikut menangis. Mereka semua merasakan kepedihan ditinggal Kekasih ALLAH untuk selama-lamanya. Semua menangis, tapi tidak seperti Bilal. Tangis Bilal lebih deras dari semua penduduk Madinah. Tak ada yang tahu persis kenapa Bilal seperti itu, tapi Abu Bakar ash-Shiddiq ra. tahu. Ia pun membebastugaskan Bilal dari tugas mengumandangkan adzan.




Saat mengumandangkan adzan, tiba-tiba kenangannya bersama Rasulullah SAW berkelabat tanpa ia bisa membendungnya. Ia teringat bagaimana Rasulullah SAW memuliakannya di saat ia selalu terhina, hanya karena ia budak dari Afrika. Ia teringat bagaimana Rasulullah SAW menjodohkannya. Saat itu Rasulullah meyakinkan keluarga mempelai wanita dengan berkata, “Bilal adalah pasangan dari surga, nikahkanlah saudari perempuanmu dengannya.” Pria legam itu terenyuh mendengar sanjungan Sang Nabi akan dirinya, seorang pria berkulit hitam, tidak tampan, dan mantan budak.
Kenangan-kenangan akan sikap Rasul yang begitu lembut pada dirinya berkejar-kejaran saat ia mengumandangkan adzan. Ingatan akan sabda Rasul, “Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat.” lalu ia pun beranjak adzan, muncul begitu saja tanpa ia bisa dibendung. Kini tak ada lagi suara lembut yang meminta istirahat dengan shalat


Bilal pun teringat bahwa ia biasanya pergi menuju bilik Nabi yang berdampingan dengan Masjid Nabawi setiap mendekati waktu shalat. Di depan pintu bilik Rasul, Bilal berkata, “Saatnya untuk shalat, saatnya untuk meraih kemenangan. Wahai Rasulullah, saatnya untuk shalat.” Kini tak ada lagi pria mulia di balik bilik itu yang akan keluar dengan wajah yang ramah dan penuh rasa terima kasih karena sudah diingatkan akan waktu shalat.

Bilal teringat, saat shalat ‘Ied dan shalat Istisqa’ ia selalu berjalan di depan Rasulullah dengan tombak di tangan menuju tempat diselenggarakan shalat. Salah satu dari tiga tombak pemberian Raja Habasyah kepada Rasulullah SAW. Satu diberikan Rasul kepada Umar bin Khattab ra., satu untuk dirinya sendiri, dan satu ia berikan kepada Bilal. Kini hanya tombak itu saja yang masih ada, tanpa diiringi pria mulia yang memberikannya tombak tersebut. Hati Bilal makin perih.

Seluruh kenangan itu bertumpuk-tumpuk, membuncah bercampur dengan rasa rindu dan cinta yang sangat pada diri Bilal. Bilal sudah tidak tahan lagi. Ia tidak sanggup lagi untuk mengumandangkan adzan.

Abu Bakar tahu akan perasaan Bilal. Saat Bilal meminta izin untuk tidak mengumandankan adzan lagi, beliau mengizinkannya. Saat Bilal meminta izin untuk meninggalkan Madinah, Abu Bakar kembali mengizinkan. Bagi Bilal, setiap sudut kota Madinah akan selalu membangkitkan kenangan akan Rasul, dan itu akan semakin membuat dirinya merana karena rindu. Ia memutuskan meninggalkan kota itu. Ia pergi ke Damaskus bergabung dengan mujahidin di sana. Madinah semakin berduka. Setelah ditinggal al-Musthafa, kini mereka ditinggal pria legam mantan budak tetapi memiliki hati secemerlang cermin.

----------------

Jazirah Arab kembali berduka. Kini sahabat terdekat Muhammad SAW, khalifah pertama, menyusulnya ke pangkuan Ilahi. Pria yang bergelar Al-Furqan menjadi penggantinya. Umat Muslim menaruh harapan yang besar kepadanya.
Umar bin Khattab berangkat ke Damaskus, Syria. Tujuannya hanya satu, menemui Bilal dan membujuknya untuk mengumandangkan adzan kembali. Setelah dua tahun yang melelahkan; berperang melawan pembangkang zakat, berperang dengan mereka yang mengaku Nabi, dan berupaya menjaga keutuhan umat; Umar berupaya menyatukan umat dan menyemangati mereka yang mulai lelah akan pertikaian. Umar berupaya mengumpulkan semua muslim ke masjid untuk bersama-sama merengkuh kekuatan dari Yang Maha Kuat. Sekaligus kembali menguatkan cinta mereka kepada Rasul-Nya. Umar membujuk Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan.
Bilal menolak, tetapi bukan Umar namanya jika khalifah kedua tersebut mudah menyerah.

Ia kembali membujuk dan membujuk. “Hanya sekali”, bujuk Umar.

“Ini semua untuk umat. Umat yang dicintai Muhammad, umat yang dipanggil Muhammad saat sakaratul mautnya. Begitu besar cintamu kepada Muhammad, maka tidakkah engkau cinta pada umat yang dicintai Muhammad?”

Bilal tersentuh. Ia menyetujui untuk kembali mengumandangkan adzan. Hanya sekali, saat waktu Subuh..

Hari saat Bilal akan mengumandangkan adzan pun tiba. Berita tersebut sudah tersiar ke seantero negeri. Ratusan hingga ribuan kaum muslimin memadati masjid demi mendengar kembali suara bening yang legendaris itu.

Allahu Akbar, Allahu Akbar
Asyhadu anla ilaha illallah, Asyhadu anla ilaha illallah
Asyhadu anna Muhammadarrasulullah


Sampai di sini Bilal berhasil menguatkan dirinya. Kumandang adzan kali itu beresonansi dengan kerinduan Bilal akan Sang Rasul, menghasilkan senandung yang indah lebih indah dari karya maestro komposer ternama masa modern mana pun jua. Kumandang adzan itu begitu menyentuh hati, merasuk ke dalam jiwa, dan membetot urat kerinduan akan Sang Rasul. Seluruh yang hadir dan mendengarnya menangis secara spontan.

Asyhadu anna Muhammadarrasulullah

Kini getaran resonansinya semakin kuat. Menghanyutkan Bilal dan para jamaah di kolam rindu yang tak berujung. Tangis rindu semakin menjadi-jadi. Bumi Arab kala itu kembali basah akan air mata.

Hayya ‘alash-shalah, hayya ‘alash-shalah
Tak ada yang tak mendengar seruan itu kecuali ia berangkat menuju masjid.
Hayya `alal-falah, hayya `alal-falah
Seruan akan kebangkitan dan harapan berkumandang. Optimisme dan harapan kaum muslimin meningkat dan membuncah.
Allahu Akbar, Allahu Akbar
Allah-lah yang Maha Besar, Maha Perkasa dan Maha Berkehendak. Masihkah kau takut kepada selain-Nya? Masihkah kau berani menenetang perintah-Nya?
La ilaha illallah
Tiada tuhan selain ALLAH. Jika engkau menuhankan Muhammad, ketahuilah bahwa ia telah wafat. ALLAH Maha Hidup dan tak akan pernah mati.

--------------------------

Tahun 20 Hijriah. Bilal terbaring lemah di tempat tidurnya. Usianya saat itu 70 tahun. Sang istri di sampingnya tak bisa menahan kesedihannya. Ia menangis, menangis dan menangis. Sadar bahwa sang suami tercinta akan segera menemui Rabbnya.

“Jangan menangis,” katanya kepada istri. “Sebentar lagi aku akan menemui Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatku yang lain. Jika ALLAH mengizinkan, aku akan bertemu kembali dengan mereka esok hari.”

Esoknya ia benar-benar sudah dipanggil ke hadapan Rabbnya. Pria yang suara langkah terompahnya terdengar sampai surga saat ia masih hidup, berada dalam kebahagiaan yang sangat. Ia bisa kembali bertemu dengan sosok yang selama ini ia rindukan. Ia bisa kembali menemani Rasulullah, seperti sebelumnya saat masih di dunia.

--------------------------

Sumber : darul-asrar.blogspot.com

Rabu, 28 September 2011

Jangan Panggil Kami Ikhwan

Salam,

Rabu, 28 Sept 2011 di jam 2 siang..mataku ngantuk sangat pun....udah jalan-jalan ke meja temen yg laen, udah tilawah, udah cuci muka tapi pas balik ke meja tetap aja ngantuk...mungkin karena hari ini banyak cemilan di kantorku, jadi otaknya kurang oksigen kebanyakan ngemil ^_^ okelah daripada tidur di meja juga badan sakit, dan gak kondusif pula kalo ketauan sama atasan. mau tidur di musholla tapi masih banyak yang pada shalat, mendingan ngeposting di blog sambil makan kacang sama dodol (ttp ngemil).

Btw teringat sama salah satu buku kesayanganku hadiah dari kakak(cani panggilku : panggilan kakak kandung tertua) di islamic book fair tahun 2005. buku itu karangan musafir hayat, umur penulis itu masih muda tapi lupa berapanya. judul bukunya adalah : SURAT CINTA UNTUK SANG AKTIFIS

klo teman-teman pernah baca artikel ttg ikhwan akhwat sejati, salah satunya adalah isi dari buku itu. di postingan kali ini aku teringat sama salah satu bab dari buku itu yaitu tentang

JANGAN PANGGIL KAMI IKHWAN
.....

Saudaraku yang dirahmati Allah…
Salah satu faktor dari dalam yang sering terlupakan atau dianggap remeh adalah masalah “hijab” diantara kita yang kian menipis.



Hijab disini kami pandang dari dzahir dan batin.
Dari dzahir adalah mulai melebarnya nilai toleransi tentang batasan hijab dan pemakluman “keadaan darurat” yang menjurus pada kebiasan untuk menganggap biasa saling pandang, seringnya frekuensi bertemu atau sekedar saling titip pesan!
Dan banyak hal yang tak bisa aku sebutkan satu persatu.
waspadailah dosa-dosa yang kecil itu wahai ukhti shalilah.
Bukankah tak ada dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus?
Tanamkanlah dihatimu wahai saudaraku!
Bahwasanya dosa adalah setiap hal yang membuatmu tidak suka jika diketahui orang lain, karena membuat harga dirimu jatuh.
Berbuatlah ihsan pada diri sendiri dan orang lain.
mungkin kita perlu merenungi sebuah pertanyaan retoris yang dilontarkan seorang ahli hikmah:




Saudaraku, Bantu kami…Jangan panggil kami ikhwan!
Selagi engkau masih menemui kami mengumbar pandangan.
Hingga lepas panah syetan daru busurnya dan melesat dengan sebenar-benar kecepatan kecelah hati tanpa terasa. Hingga lupa makna ghudul bashar menjaga pandanagn) yang pernah kami ceritakan dan kita kaji bersama.
Sebagai kaum Adam, sudah menjadi fitrah untuk senang kepada kaummu, kaum Hawa.
Tapi sungguh fitrah tersebut bisa menjadi salah satu jalan menuju neraka-Nya seandainya kami tidak memaknai dan menerapkannya secara tepat;
sesuai dengan kaidah syar’i.
Dan tentunnya tanpa bantuanmu agar pandangan kami tidak buas dan liar mustahil untuk terwujud.
Apakah menurutmu mungkin seekor singa jantan yang kelaparan akan membiarkan mangsanya lepas begitu saja? Terlebih ketika da kesempatan yang sangat memungkinkan untuk memangsanya?
Mari kita tengok kembali sebuah nasehat dari sebuah hadist qudsi.

"Pandangan mata itu adalah sebuah anak panah dari panah-panah Iblis. Maka barangsiapa meninggalkannya (mengelakkannya dari melihat wanita) karena takut kepada-Ku, niscaya Aku ganti dengan iman yang dirasakan lezat manisnya didalam hatinya.” (Riwayat Thabrani dan Hakim dari Ibnu Mas’ud)

Ketahuilah, kami akan jujur kepadamu.
Kami adalah laki-laki normal dan punya keinginan-keinginan.
Kami bukan malaikat!
Dan seringkali walau secara dzahir kami menjaga adab-adab Islamiyah, namun disisi lain kami juga bisa terjatuh dalam menikmati keberadaanmu, kaum Hawa.
Akankah engkau dan kaummu tega jika kami terjatuh dalam kubangan yang penuh kemaksiatan itu?
Jawablah jujur wahai ukhti...!
Jujurlah padaku...!




Saudaraku...Jangan panggil kami ikhwan!
Jika engkau masih melihat kami berkhalwat (berduaan dengan lawan jenis bukan mahram)
dan berikhtilat (campur baur pria dan wanita).
Dengan dalih ini tidak apa-apa masih syar’i dan untuk kepentingan organisasi.
Atau dengan alasan, tak masalah tanpa hijab yang penting hati bersih dan niatan suci, sedang lingkaran kemaksiyatan mengelilinginya?
Ketahuilah wahai ukhti muslimah Arrijalu qowwamuna’alan-nisa—bahwasanya laki-laki adalah pemimpin atas wanita.
Apa jadinya jika sebagai laki-laki kami lemah dalam menerapkan ilmu dan syariat-Nya.
Terlebih karena engkau sebagai kaum Hawa seringkali membuat niatan dan maksud kami berubah.

Oleh karena itu nasehatilah kami, jika kami melanggar syariat-Nya!
Jangan ragu dan malu.
Tegaslah kepada kami, niscaya nasehat darimu akan menjadi pengontrol dan penyeimbang hati kami dalam melakukan tugas sebagai qowam—pemimpin.

Saudaraku…Jangan panggil kami ikhwan! Jika engkau masih menemui kami sholat fardhu dengan munfarid—sendirian— dan meninggalkan sholat jama’ah, dengan alasan darurat dan tanggung untuk menutup syura’ (rapat) atau aksi yang sedang dilakukan.

Terlebih ketika kami dengan sengaja mengakhirkan waktu shalat!
Karena hal tersebut menandakan hati kami sedang “tidak sehat”.
Jangan engkau sungkan menyiram kami dengan kritik tajam yang membangun.
Ketahuilah bahwasanya “siraman” yang engkau lakukan menandakan dinamisnya tandzim (organisasi) yang kita berada didalamnya.

Peringatkanlah kami!

Peringatkan kami, wahai ukhti!

Adapun jika kami diam dan acuh maka tinggalkan syura’, pertemuan atau kegiatan apapun yang kita berada didalamnya. Coba kita renungkan firman-nya yang mulia:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu pasti akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(At-Taubah: 71)



Saudaraku yang dirahmati Allah...Jangan panggil kami ikhwan!
Jika kau menemui kami mundur dari gelanggang tarbiyah dakwah dan jihadiyah;
meski selangkah.
Dengan alasan mengatur strategi kembali dan beristirahat barang sejenak untuk menyurun kekuatan.
Padahal jiwa ini mengatakan kami takut maut yang menghadang.
Engkau dan kaummu (kaum Hawa—ed) tentunya lebih paham dimana letak kelemahan kami.

Karena itu bantulah kami memompa ghirah agar menjadi bola semangat yang auranya dapat menggetarkan musuh-musuh Allah dari jarak sekian-sekian dari perjalan waktu.
Bantu kami dengan doamu dan kaummu agar ruh-ruh jihad tidak lepas dari jiwa kami.
Dan doakan kepada Allah semata agar kami menjadi saefullah
—pedang Allah yang tajam dan ditaakuti musuh-musuh-Nya.

Jangan biarkan kami mengeluh! Ingatkanlah selalu kami dengan firman-Nya:

“Apakah kamu menyangka bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang padamu (cobaan0 sebagimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan—dengan bermacam-macam goncangan dari cobaan; sehingga berkatalah Rosul dan orang-orang yang bersamanya’ bilakah datangnya pertolongan Allah? ‘Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat”
(QS. Al-Baqoroh: 21)

Senin, 12 September 2011

Cerita Jodoh (ku)

dakwatuna.com - Apa yang terlintas di benak Sahabat pertama kali ketika membaca judul tulisan ini??



Oohh.. Mungkin ada yang berpikir bahwa sang penulis akan berbagi tentang cerita jodohnya.

Tentunya di sini aku takkan berbagi tentang cerita jodohku karena aku sendiri belum mengalaminya. Namun, aku akan berbagi tentang cerita jodoh(ku). “Ku” yang dimaksudkan di sini adalah orang yang sudah mengalami proses dalam menjemput jodohnya. Setiap kita mempunyai scenario hidup termasuk cerita jodoh yaitu bagaimana proses penjemputan jodoh masing-masing. Mungkin ada yang awalnya tak saling kenal akhirnya menikah. Atau ada juga yang sudah kenal sejak lama dan akhirnya menikah walaupun tak pernah menduga sebelumnya.

Perkenankan aku untuk mengutip perkataan Pak Mario Teguh yang SUPER SEKALI: “Jodoh itu di tangan Tuhan. Benar. Tapi jika Anda tidak meminta dan mengambil dariNYA, selamanya dia akan tetap di tangan Tuhan.”

Ya! Jodoh itu adalah bagian dari rezeki, perlu diusahakan, perlu diikhtiarkan. Nah, proses ikhtiar dalam penjemputan jodoh inilah yang akan aku angkat dalam tulisan ini. Cerita Jodoh(ku), yang aku dapatkan dari sumber orang pertama dan orang kedua atau bahkan orang kesekian. Ada berbagai cerita yang aku angkat di sini yang semoga saja bisa menginspirasi dalam mengikhtiarkan penjemputan jodoh kita.

Cerita Jodoh(ku) part 1: Berawal dari Facebook



Ada seorang ikhwan yang profesinya sebagai seorang trainer menemukan jodohnya via Facebook. Bagaimana hal itu bermula? Mari aku ceritakan kisah tentang mereka.

Bagi seorang trainer, menjaga silaturahim dengan orang-orang yang telah ditrainingnya adalah sebuah keniscayaan. Begitu pun dengan ikhwan trainer ini. Di setiap akhir training, ia selalu memberikan nama akun FBnya agar para peserta training bisa tetap menjaga silaturahim dengan sang trainer via FB.

Suatu hari, seperti biasa, ketika seorang trainer menulis status FB, pasti berbau hal-hal yang bisa memotivasi seseorang, seperti apa yang selama ini dilakukan mereka via training. Izinkan aku untuk mengutip sebuah lirik yang mungkin tak asing di telinga kita: “Berawal dari Facebook baruku.. Kau datang dengan cara tiba-tiba..”

Ya! Berawal dari sebuah status FB sang trainer yang begitu memotivasi para pembaca, ada salah seorang akhwat yang pernah menjadi peserta training yang mengomentari status tersebut. Intinya, sang akhwat tersentuh dengan kata-kata yang dituangkan sang trainer dalam statusnya. Dari situlah, sang trainer akhirnya berkunjung ke FB sang akhwat -karena merasa belum mengenal sang akhwat- hanya sekadar ingin mengingat-ingat mungkin sang akhwat pernah menjadi salah satu peserta trainingnya.

Tak dinyana, ketika memasuki halaman FB sang akhwat, ada sebuah rasa yang muncul dalam hati dan sebuah bisikan yang begitu halus dan berulang : “Aku yakin, dia jodohku..”. Interaksi dan komunikasi pun terjalin via FB hingga akhirnya sang trainer memutuskan untuk meminang sang akhwat menjadi istrinya. Gayung pun bersambut, sang akhwat menerima pinangan itu dan mereka menikah. Simple, isn’t it?

Cerita Jodoh(ku) part 2: Love at the first sight



Love at the first sight atau jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “cinta pada pandangan pertama”. Menurut penelitian para ilmuwan, cinta jenis ini sering terjadi pada laki-laki. Ketika seorang laki-laki melihat seorang perempuan dan dengan serta merta ada rasa cinta tumbuh dari sana. Itulah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama, ada suatu ketertarikan tertentu saat pertama kali melihat seorang perempuan.

Pada suatu agenda dakwah, yang tanpa hijab (pembatas antara ikhwan dan akhwat), seorang ikhwan -yang memang sedang mencari jodohnya- merasa menemukan jodohnya ketika ia melihat dari kejauhan ada seorang akhwat yang membuat jantungnya berdebar-debar dan muncullah bisikan dari hatinya: “Aha, dialah orangnya..”

Tentu, bagi aktivis dakwah ketika ada perasaan yang muncul terhadap lawan jenis, tak serta merta disampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan. Sang ikhwan berjuang untuk mengikuti kata hatinya karena ada keyakinan yang mendalam bahwa akhwat itulah jodohnya. Karena ia pun sudah masuk dalam kategori ‘siap nikah’, maka tak ada kata lain selain untuk berta’aruf dengan sang akhwat. Ia mencari tahu siapa Murabbiyah (guru ngaji) sang akhwat dan mencari tahu nomor HPnya. Allah pun memudahkan jalannya. Sang murabbiyah akhwat ternyata adalah orang yang sudah dikenalnya. Sang ikhwan akhirnya menghubungi sang murabbiyah dan menyatakan diri untuk berta’aruf dengan akhwat yang dimaksud.

Sang akhwat yang tidak tahu menahu tentang sang ikhwan, akhirnya mengiyakan untuk melanjutkan proses ta’aruf, tentunya setelah istikharah panjangnya. Proses ta’aruf pun berlangsung, mulai pertemuan pertama, kedua, yang didampingi oleh guru ngaji masing-masing (tak berduaan), ada begitu banyak kecocokan, dan akhirnya pertemuan berlanjut ke pertemuan pihak keluarga masing-masing. Kedua pihak keluarga pun merasa cocok, tak ada masalah, hingga akhirnya sang ikhwan mengkhitbah (meminang) sang akhwat dan tanpa berlama-lama dalam proses, mereka pun menikah. Barakallah..

Cerita Jodoh(ku) part 3: Halalkan saja..



Jika dua cerita di atas berkisah tentang dua orang yang awalnya belum saling kenal dalam menemukan jodohnya, maka pada cerita ketiga ini, aku menceritakan kisah yang sedikit berbeda, dua orang yang sudah saling kenal dan memang mereka berjodoh pada akhirnya.

Cerita ini bermula dari tiga orang aktivis dakwah yang diamanahkan untuk pergi ke suatu kota untuk suatu tugas dakwah tertentu, untuk menetap agak lama di kota itu. Tiga orang ini terdiri dari dua akhwat dan satu ikhwan. Qadarullah, salah seorang akhwat tidak bisa pergi karena ada satu keperluan yang begitu mendesak yang tidak bisa ditinggalkan. Lantas bagaimana dengan tugas dakwah yang sudah diamanahkan kepada mereka bertiga? Akankah tetap berjalan dengan satu orang yang tidak ikut serta? Itu berarti hanya ada satu ikhwan dan satu akhwat yang akan pergi. Dan mereka berdua bukanlah mahramnya. Bukankah akan terjadi fitnah yang besar jika dua orang yang bukan mahramnya melakukan perjalanan bersama?

Maka, mereka pun berkonsultasi kepada sang qiyadah. “Ustadz, bagaimana kami bisa pergi berdua saja karena kami bukan mahram? Adakah yang bisa menggantikan al-ukh yang tidak bisa pergi itu? Ataukah ustadz ada saran lain?”

Sang ustadz menjawab dengan mantap: “Ya sudah, halalkan saja..”. Akhirnya, mereka menikah dan melanjutkan perjalanan dakwah bersama. Subhanallah, inikah yang dinamakan ‘”menikah di jalan dakwah”?? Ketika hati tak lagi ragu, ketika dakwah menjadi alasan pernikahan mereka, bukan alasan lain yang bersifat duniawi.

Cerita Jodoh(ku) part 4: Ternyata jodohku dia..



Seorang ikhwan yang dikategorikan siap nikah, sedang berikhtiar menjemput jodohnya. Proposal nikah pun sudah diajukan kepada sang Murabbi untuk dicarikan pendamping hidup.

Tak lama berselang, ta’aruf dengan seorang akhwat pun dilakukan. Namun, proses kandas di tengah jalan. Ta’aruf-ta’aruf berikutnya pun demikian, tak ada yang sampai pelaminan bahkan khitbah pun belum. Berkali-kali ta’aruf, rupanya sang ikhwan belum juga menemukan jodohnya.

Hingga akhirnya pada suatu ketika, sang ikhwan ditawari seorang akhwat oleh sang Murabbi. Akhwat yang dimaksud tak lain tak bukan adalah adik kelasnya yang juga satu organisasi dakwah. Proses ta’aruf yang dijalani begitu lancar dan berlanjut hingga ke pelaminan.

“Ternyata jodohku dia..”, gumam sang ikhwan setelah pernikahan berlangsung. Mungkin akan ada suatu lintasan pikiran dalam benak sang ikhwan: “Andai saja dari dulu saya tahu kalo jodohku dia, dari awal aja proses dengan dia..”. Sayangnya, kita tak pernah tahu siapa jodoh kita sebelum kita benar-benar menemukannya dan menikah dengannya.

####

Sahabat, begitulah beberapa cerita jodoh(ku) yang bisa aku angkat dalam tulisan ini. Ada yang pertama kali berinteraksi, langsung mengetahui bahwa dia jodohnya. Ada pula yang sudah kenal sebelumnya dan tidak pernah menduga, ternyata berjodoh. Jodoh benar-benar misteri, tinggal kita yang memilih bagaimana proses penjemputan jodoh yang akan kita torehkan dalam cerita jodoh(ku). Apapun ikhtiar yang dilakukan, semoga menuai berkah Allah.

Jika di awal jalan menuju pernikahan saja sudah tidak berkah, maka mungkinkah keberkahan berumah tangga akan terwujud? Semoga kita bisa menjaga keberkahan proses dari awal hingga akhir.

Sahabat, memang betul bahwa Allah pembuat scenario terbaik, sutradara terbaik dalam kehidupan ini. Tapi ingat! Kita adalah aktornya, performance aktor lah yang akan dilihat, bisakah sang aktor berperan sesuai dengan yang diharapkan sang sutradara seperti yang tertuang dalam scenario?

Allah memang sudah menetapkan jodoh kita di Lauh Mahfudz sana, jauh sebelum kita lahir ke dunia ini. Apakah kita akan berjodoh dengan orang yang belum dikenal sebelumnya atau bahkan orang yang sudah kita kenal dan dekat di sekitar kita. Tinggal kita yang memilih akan menjemput jodoh yang disertai keberkahan atau tidak.

Lantas apa yang dimaksud dengan berkah Allah dan bagaimana cara agar apa yang dilakukan senantiasa mendapat keberkahan dari Allah?

Berkah, jika dilihat dari bahasa berupa kata ‘al-barakah’, yang artinya berkembang, bertambah dan kebahagiaan. Asal makna keberkahan, begitu Imam Nawawi berkata, ialah kebaikan yang banyak dan abadi.

Ada 2 syarat agar barakah Allah senantiasa menaungi kita. Pertama, iman kepada Allah. Jadi, hanya orang mukminlah yang mendapatkan barakah Allah, seperti yang Allah sampaikan langsung melalui surat cintaNYA:

”Andaikata penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. Al-A’raaf [7] : 96)

Orang yang merealisasikan keimanannya kepada Allah, dengan hanya bergantung padaNYA, yakin padaNYA, senantiasa menyertakan Allah dalam setiap apa yang dilakukan, merekalah orang-orang yang akan mendapatkan barakah Allah. Semoga kita termasuk ke dalamnya. Aamiin.

Syarat kedua, amal shalih. Amal shalih adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-NYA, sesuai dengan syariat yang diajarkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.

Jadi, untuk meraih keberkahan dalam ikhtiar menjemput jodoh, kita harus YAKIN ke Allah bahwa jodoh kita takkan pernah tertukar. Kita pun harus menyertakan Allah dalam setiap mengambil keputusan terkait jodoh ini, selalu istikharah memohon petunjukNYA. Dan yang tak kalah penting, perbanyak amal shalih, semakin dekat ke Allah dan menjauhi apa-apa yang dilarangNYA. Tidak bermaksiat ketika proses menjemput jodoh itu berlangsung. Tidak ada jalan berdua yang akan mendekati zina, tidak ada sms mesra dengan kata-kata penuh cinta, tidak ada chatting untuk hal-hal yang tak penting, sebelum akad ditunaikan.

Setiap orang yang sedang dimabuk cinta -tulis Dr. Khalid Jamal dalam buku Ajari Aku Cinta di halaman ke 25- pasti ia tidak menghendaki kekasihnya merupakan salah satu komponen kemaksiatan yang ia lakukan. Demikian pula ia tidak mau menjadi salah satu komponen kemaksiatan yang dilakukan kekasihnya. Camkanlah arti kata cinta yang amat mulia tersebut.

Bukankah kita sudah yakin dengan janji-NYA yang tertuang seperti ini dalam ayat cintaNYA?
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An-nuur [24] : 26)

Maka, hal yang paling tepat untuk dilakukan dalam penantian bertemu dengan jodoh hanyalah memperbaiki diri. Yakinlah, ketika diri ini sedang berusaha memperbaiki diri, maka ia-pun yang entah berada di belahan bumi yang mana, yang telah tertulis dalam kitabNYA, juga sedang berusaha memperbaiki diri. Dan semoga Allah mempertemukan kita dengannya dalam kondisi keimanan terbaik yang mampu untuk diusahakan.

Sahabat, jika diibaratkan hari ini kita berada pada waktu pagi setelah sarapan, maka bertemunya kita dengan sang jodoh adalah waktu makan siang kita. Jika sudah tiba waktu makan siang, maka kita pun akan segera sampai pada waktu makan siang kita. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan waktu dari pagi hingga siang itu untuk mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat bukan sekadar menunggu jam makan siang yang akan membuat kita menjadi bosan.

Ada banyak hal yang bisa kita lakukan dalam ikhtiar menjemput jodoh. Selain berikhtiar mencari atau meminta dicarikan pendamping hidup, satu hal yang paling penting adalah mempersiapkan diri menuju gerbang pernikahan. Bukan, bukan persiapan hari H resepsi pernikahan yang cuma satu hari yang aku maksudkan di sini. Tapi, hari-hari setelah hari H: sudah siapkah kita menjadi seorang suami/istri, sudah siapkah kita menjadi ayah/ibu, sudah siapkah kita menjadi seorang menantu, sudah siapkah kita menjadi adik/kakak ipar, sudah siapkah kita menjadi bagian dari keluarga besar suami/istri kita, dan sudah siapkah kita menjadi seorang tetangga? Dan pertanyaan utama yang patut dipertanyakan adalah akan dibawa ke mana bahtera rumah tangga kita nantinya??

Maka, Sahabat, mari kita tunggu waktu makan siang kita dengan menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat, bukan saja menyiapkan diri menuju gerbang pernikahan, tapi juga menyibukkan diri dengan amanah yang saat ini kita emban. Jangan sampai kita focus menyiapkan diri menuju pernikahan tapi malah menelantarkan apa-apa yang saat ini Allah amanahkan kepada kita. Umat butuh kontribusi kongkret dari kita -para pemuda-, maka bekerjalah. Bekerja untuk Indonesia. Bekerja untuk Allah.

Terakhir, izinkan aku mengutip sebuah kalimat dari Majalah Ummi edisi 02/XVII/Juni 2005:
“… menikah justru akan membuka pintu rizki, bila dilakukan dengan persiapan yang matang, pemikiran yang tepat dan niat yang ikhlas. Mudah-mudahan Allah berkenan memberikan kemudahan kepada kita semua…”

http://www.dakwatuna.com/

Minggu, 04 September 2011

Lebaran 2011






Assalamu'alaikum wr wb

Sebelumnya keluarga kecil kami (v3, suami dan dedek yang masih ada di dalam) sekali lagi mengucapkan :

"Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H"
"Mohon Maaf Lahir dan Batin"
"Semoga Allah swt menerima segala amal ibadah kita dan kita dapat di pertemukan kembali pada Ramadhan yang akan datang"

Amiiin....



Karena hari ini hari pertama masuk kerja, pagi2 seperti biasanya kita halal bihalal dulu. dan sebagian temen2 ikut halal bihalal di kantor pusat. berhubung aku dan banyak temen lainnya gak ke kantor pusat buat habil ke direksi2 dan belum banyak kerjaan juga, Soooo.....corat coret di blog dulu ahhhh....

Persiapan lebaran tahun kedua dengan keluarga kecil ku kali ini gak terlalu heboh. Seperti biasanya kami menyiapkan makanan kecil 1 toples (ngirit dot com), kue pie coklat, dan gak tertinggal makanan favorit suami yaitu mpek2 dari plaju (palembang) karena alhamdulillah 2 tahun belakangan ini kami bisa mesan mpek2 lewat orang unit pertamina yang di plaju, sedangkan untuk ketupat dan makanan besar khas lebaran lainnya kami dapat kiriman dari orangtua dan mertua. kalau dari mertua-ku dapat ketupat dan sayur ala betawi, kalau dari orangtuaku dapat kiriman lontong padang dan teman-temannya...apakah itu...??? tentunya opor ayam dan gak ketinggalan rendangnya (hmmm..nyummmyyy) dan tentunya menghemat uang THR (hehehehhe) Gak lupa juga persiapan nukerin duit buat salam tempel ke anak-anak...

Sehabis shalat ied kami halal bihalal ke tetangga2 rumah dari ujung ke ujung, setelah itu langsung ke rumah orangtuaku di cakung, lanjut ke rumah Om yang di rawamangun, terakhir ke rumah neneknya suami di kali bata... dan hari berikutnya juga gak jalan silaturahim jauh2 karena dah bawa perut kemana-mana.. :D :D
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pengikut

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...